Mantv7.id | Kota Serang – Ketika kepala sekolah dikumpulkan bukan untuk bicara mutu pendidikan, tapi untuk diajari cara menghadapi wartawan dan LSM, maka ada yang sedang sangat tidak beres dalam kepemimpinan. Ini bukan sekadar program, ini sinyal ketakutan. Wakil Wali Kota Serang seolah lupa bahwa wartawan dan LSM bukan musuh negara. Mereka adalah mitra kontrol sosial yang dijamin konstitusi. Jika pejabat takut dikritik, maka ada kemungkinan mereka tidak siap diawasi.
Bimtek yang difokuskan pada “cara menghadapi wartawan bodrex” terasa seperti pelatihan menghadapi penyidik, bukan pembinaan moral kepala sekolah. Padahal yang lebih penting bukan menolak wawancara, tapi membuka data dana BOS dengan transparan.
Dana BOS bukan harta pribadi kepala sekolah. Itu uang negara, hasil pajak rakyat. Maka sangat wajar bila publik ingin tahu ke mana dana itu digunakan. Jika penggunaan anggarannya bersih, mengapa harus takut diperiksa?

Foto Kabid Humas DPP YLPK PERARI, Siarruddin. (Foto: Mantv.id)
Kabid Humas DPP YLPK PERARI, Siarruddin, menyampaikan kritik tegas. “Ketika pejabat sibuk menghindari kontrol sosial, itu pertanda buruk. Ketakutan mereka bukan pada wartawan, tapi pada kebusukan yang mereka sembunyikan,” ujarnya.
Buyung E., aktivis sosial, menambahkan, “Jangan jadikan wartawan sebagai kambing hitam. Mereka bukan ancaman, tapi peringatan dini. Kalau pengawasan dianggap musuh, maka penyimpangan dianggap kawan.”
Pantas saja para pejabat mulai panik. Kota Serang menyimpan banyak cerita kelam tentang pengelolaan dana BOS. Di SMKN 5 dan SMKN 6, ditemukan dugaan pengelolaan anggaran tanpa tim BOS, tanpa papan informasi, tanpa transparansi.
Di SMKN 3 Kota Serang, terindikasi ada rekayasa laporan penggunaan dana BOS. Laporan kegiatan diduga fiktif, faktur dimark-up, dan kegiatan pemeliharaan dipoles agar tampak sah. Semua ini terjadi saat pengawasan internal tidur lelap.
SMPN 14 juga tak kalah mencengangkan. Dugaan laporan palsu dan kegiatan fiktif untuk anggaran perpustakaan hingga pembelajaran muncul ke permukaan. Tapi sayang, Dinas Pendidikan dan Inspektorat Kota Serang hanya diam mematung.
Itulah sebabnya muncul Bimtek semacam ini. Bukan untuk melindungi kepala sekolah, tapi untuk membungkam suara yang ingin membuka fakta. Ini bukan soal pelatihan, ini soal ketakutan kolektif untuk mempertahankan sistem yang keropos.
PPNS dan APH wajib turun tangan. Jangan tunggu laporan berubah jadi bencana nasional. Audit harus segera dilakukan. Bongkar semua data. Transparansi tak butuh Bimtek, cukup keberanian dan niat baik.

Logo YLPK PERARI, Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
YLPK PERARI menyerukan kepada seluruh masyarakat Kota Serang untuk membuka mata. Ketika pemimpin mulai takut pada pengawasan, itu pertanda ada bangkai yang disembunyikan. Semakin dibungkam, semakin mencurigakan.
YLPK PERARI juga mengajak seluruh rekan LSM dan wartawan yang berdomisili di wilayah Kota Serang untuk bersama-sama melakukan pengecekan dan investigasi ke semua sekolah negeri. Tujuannya adalah mengungkap berbagai fakta dan potensi penyimpangan yang selama ini terjadi.
YLPK PERARI menegaskan bahwa publikasi hasil temuan yang viral sangat penting untuk memicu respon cepat dari PPNS dan aparat penegak hukum. “Biasanya setelah berita viral, barulah APH bergerak sigap,” ujar Siarruddin.
Jika kepala sekolah diajarkan cara menolak wartawan, maka mereka sedang diajarkan cara membohongi rakyat. Pendidikan harus dimulai dari kejujuran. Tapi kini kejujuran malah diajarkan untuk dihindari.
Wakil Wali Kota mestinya sadar, rakyat tidak bodoh. Mereka tahu membedakan antara pembinaan dan pembungkaman. Jika masih terus dibungkus rapat, jangan salahkan publik bila mulai muak dan bergerak.
Pengawasan yang lemah dan pengelolaan yang tertutup bukan kesalahan teknis itu pengkhianatan terhadap amanah rakyat. Saatnya berhenti bersembunyi, dan mulai bertanggung jawab. Bukan besok. Tapi hari ini.
(OIM | Mantv7.id)