Mantv7.id | Kabupaten Tangerang — Ketika gedung sekolah seharusnya menjadi simbol masa depan, SDN Cisereh 1 di Kecamatan Tigaraksa justru berubah jadi panggung ironi pembangunan. Proyek bernama “Pembangunan Ruang Kelas Baru” senilai Rp1,47 miliar ini tidak hanya menyisakan tanda tanya, tapi juga menyimpan tragedi: dugaan manipulasi nomenklatur dan kecelakaan kerja yang nyaris merenggut nyawa.
Alih-alih konstruksi gedung baru, publik justru disuguhkan perbaikan ringan atas bangunan lama. Kata “pembangunan” yang tertera di papan proyek kini terasa seperti guyonan sinis. Dugaan kuat mengarah pada pemutarbalikan istilah demi mengamankan pencairan anggaran. Inilah bentuk kekacauan sistemik yang menipu mata masyarakat dan mempermainkan akal sehat publik.
Kecelakaan kerja yang terjadi di lokasi proyek menjadi tamparan telak terhadap sistem keselamatan yang amburadul. Di mana pengawas proyek saat pekerja terjadi kecelakaan kerja? Di mana SOP K3 ketika aktivitas fisik terjadi di lingkungan pendidikan? Dugaan lemahnya pendampingan teknis dan pengawasan lapangan membuat proyek ini bukan hanya gagal secara teknis, tapi juga mencoreng nilai-nilai kemanusiaan.

Foto pekerja mengalami kecelakaan kerja di Sdn 1 Cisereh di Kecamatan Tigaraksa. (Foto: Mantv7.id)
Fungsi pengawasan internal pun kini dipertanyakan. Jika Inspektorat dan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) bekerja sebagaimana mestinya, kenapa dua insiden besar bisa lolos begitu saja? Dugaan kelalaian ini harus dikaji secara menyeluruh, sebab pembiaran adalah pintu masuk ke dalam lingkaran pembusukan birokrasi.
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), khususnya Dinas Pendidikan dan Dinas PUPR Kabupaten Tangerang, wajib bertanggung jawab. Ketika nomenklatur proyek tak sesuai realita, maka ini bukan sekadar salah input melainkan bentuk penyimpangan administratif yang berpotensi menyesatkan publik dan merugikan keuangan negara.
Dugaan lemahnya monitoring berkala membuka ruang bagi praktik asal jadi. Ceklist hanya formalitas, kontrol hanya basa-basi. Tidak ada deteksi dini, tidak ada analisis mendalam, dan tidak ada pembinaan. Proyek seperti ini bisa lolos karena sistem pengawasan hanya hadir saat seremonial, tapi absen saat teknis.

Logo YLPK PERARI, Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Rian, Ketua Ketua DPC YLPK PERARI Tigaraksa, mengecam keras kejadian ini. “Ini bukan proyek pembangunan, ini proyek pembodohan. Kami mendesak klarifikasi terbuka dari Dinas terkait. Bila perlu, bawa ke ranah hukum. Jangan biarkan APBD jadi ladang bancakan dan sekolah jadi korban visualisasi anggaran yang menyesatkan.”
Buyung, aktivis sosial Kabupaten Tangerang, turut bersuara lantang. “Kami muak. Rakyat bukan sapi perah APBD. Kalau ada dugaan penipuan istilah dalam proyek ini, harus dibongkar. Dari kepala dinas sampai pelaksana di lapangan, semua harus diperiksa. Proyek bukan panggung ilusi, rakyat butuh bukti, bukan papan nama palsu.”

Foto Buyung, aktivis sosial Kabupaten Tangerang. (Foto: Mantv7.id)
Lemahnya fungsi audit, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah makin memperparah keadaan. Inspektorat dan APIP yang semestinya jadi pagar terakhir justru tak terdengar suaranya. Celah pengawasan seperti ini menciptakan kerugian negara secara nyata anggaran habis, tapi hasil tak sepadan.
Para pejabat teknis dan pengawas proyek diduga lalai. Ketika prosedur dilompati dan laporan hanya berisi kalimat manis, publik pun jadi korban. Wajar bila masyarakat menaruh curiga, sebab ini bukan insiden tunggal, melainkan potret carut-marut dalam banyak proyek pemerintahan yang menggunakan uang rakyat.

Kolase foto proyek gedung sekolah seharusnya menjadi simbol masa depan, SDN Cisereh 1 di Kecamatan Tigaraksa justru berubah jadi panggung ironi pembangunan. (Foto: Mantv7.id)
Kepada Bupati dan Wakil Bupati Tangerang yang baru, ini momentum untuk menertibkan. Jangan biarkan proyek-proyek dengan judul indah tapi isi kosong terus menghantui. Bedah perencanaan hingga pelaksanaan, libatkan rakyat dalam kontrol sosial. Bila tidak, krisis kepercayaan hanya soal waktu.
DPRD Kabupaten Tangerang juga tak boleh diam. Suara rakyat yang diwakili harus bersikap tegas. Fungsi pengawasan legislatif harus aktif, bukan simbolis. Rakyat berhak tahu ke mana pajaknya dibelanjakan, dan berhak mendapat solusi atas praktik pengelolaan anggaran yang berantakan seperti ini.
Akhirnya, sekolah bukan hanya tempat belajar, tapi juga cermin bagaimana negara memperlakukan masa depan bangsanya. Bila proyek pendidikan saja dimanipulasi, maka kita tak hanya kehilangan gedung kita kehilangan arah.
Jangan tunggu amarah rakyat berubah menjadi badai, karena saat itu tiba, semua topeng akan jatuh tanpa ampun.
(OIM)