Mantv7.id | Banten — Di tengah derita ekonomi yang mencengkeram rakyat kecil, ketika para orang tua harus banting tulang mengais rezeki demi membeli seragam sekolah untuk anak-anak mereka, justru muncul dugaan keji yang mencederai akal sehat: dana BOS yang seharusnya menjadi penopang dunia pendidikan malah diduga dijadikan ATM gelap oleh oknum kepala sekolah. Temuan awal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas penggunaan dana BOS Tahun Anggaran 2024 mengungkap adanya indikasi kelebihan bayar sebesar Rp10 miliar. Namun angka ini diyakini hanya secuil dari persoalan yang lebih besar permukaan dari lubang hitam sistemik yang menganga di tubuh birokrasi pendidikan.
Mengacu pada laporan resmi di laman banten.bpk.go.id serta pemberitaan dari sejumlah media lokal di Banten, pola penyimpangan tersebut diduga melibatkan praktik mark-up anggaran, pengadaan fiktif, hingga manipulasi laporan pertanggungjawaban yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis.
BPK menyebut adanya dugaan praktik manipulatif seperti pinjam bendera perusahaan dan pengembalian cashback oleh penyedia ke kepala sekolah. Dari pengakuan sementara sejumlah kepala sekolah kepada Inspektorat, praktik ini dianggap “lazim” dan telah berlangsung selama bertahun-tahun. Bila informasi ini benar, maka dunia pendidikan tidak hanya dihuni oleh pengajar tetapi juga oleh pedagang berkedok guru besar.
Dugaan kuat muncul bahwa fungsi pengawasan internal telah lumpuh total. Inspektorat Daerah terkesan hanya “muncul setelah kebakaran besar”. Pernyataan bahwa “pembinaan mungkin tahun depan” menjadi lelucon gelap, seolah dunia pendidikan bisa ditunda dan kesalahan bisa ditoleransi. Bila pengawasan hanya bereaksi setelah laporan BPK, maka pertanyaannya: selama ini Anda mengawasi dengan apa, diam atau buta?
Satuan kerja di Dinas Pendidikan Provinsi Banten juga perlu menjawab. Bagaimana mungkin pengeluaran dalam sistem SIPLAH bisa tidak diverifikasi fisik? Bagaimana mungkin satuan pendidikan bisa mengunggah foto barang yang tidak pernah dibeli, dan tetap cair? Bila ini benar adanya, maka bukan hanya kepala sekolah yang harus diperiksa tapi seluruh rantai birokrasi di belakangnya harus diobrak-abrik.
Indikasi pembiaran oleh pengawas dan pendamping proyek pembelanjaan BOS menjadi noda hitam. Di mana fungsi pendamping teknis saat kepala sekolah bermain-main dengan anggaran? Mengapa fungsi monitoring berkala, audit internal, checklist, hingga kajian evaluatif tidak berjalan? Apakah semua tutup mata, atau tutup mulut karena bagi jatah?
Bila dana BOS bisa dicairkan tanpa barang, maka jelas ini bukan hanya masalah administrasi. Ini indikasi awal tindak pidana. Dan bila benar sebagian dana kembali ke tangan kepala sekolah melalui praktik cashback, maka kita sedang menyaksikan praktik pencucian uang beraroma pendidikan. Dunia pendidikan kini seakan berubah menjadi pasar gelap moral, di mana dagangan utama adalah harga diri bangsa.

Buyung, Kabid Humas DPD YLPK PERARI Provinsi Banten. (Foto: Mantv7.id)
Buyung, Kabid Humas YLPK PERARI Provinsi Banten, menyampaikan pernyataan keras:
“Ini bukan lagi urusan prosedural. Kalau dugaan ini terbukti, maka kita sedang menyaksikan pembusukan sistematis pendidikan. Kami minta seluruh kepala sekolah diperiksa, dana BOS di-audit ulang, dan setiap oknum, tanpa kecuali, ditindak. Dunia pendidikan jangan jadi pabrik kejahatan berseragam ASN.”

Logo YLPK PERARI, Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Rian, aktivis sosial Kabupaten Tangerang, ikut bersuara lantang:
“Dana BOS bukan untuk disedot seenaknya. Itu hak anak-anak desa, hak anak buruh pabrik. Jika benar ada kongkalikong antara sekolah dan penyedia, itu tidak hanya jahat tu keji! Audit total harus dilakukan, jangan hanya sekolah yang viral, tapi seluruh sekolah wajib diperiksa!”

Gambar pasangan terpilih Gubernur Banten, Andra Soni dan Dimyati Natakusumah. (Foto: IST. Mantv7.id)
Gubernur dan Wakil Gubernur Banten terpilih tidak bisa lagi diam. Bila benar sistem belanja pendidikan menyimpan indikasi mafia anggaran, maka saatnya pembenahan dilakukan dari hulu ke hilir. Pecat yang terbukti bersalah, audit menyeluruh seluruh sekolah negeri, dan bentuk tim investigasi independen bersama lembaga antikorupsi. Jika tidak, sejarah akan mencatat bahwa kepemimpinan mereka ikut membiarkan pendidikan dijarah.
DPRD Provinsi Banten pun wajib bersuara lantang. Bila suara mereka tumpul dalam kasus ini, maka publik berhak menduga: DPRD sedang tutup kuping dan menutup hati. Rakyat sudah muak dengan janji. Hari ini, para orang tua di seluruh Banten meminta satu hal: audit semua sekolah. Periksa semua laporan belanja BOS. Jika satu sekolah bisa “main mata”, tidak tertutup kemungkinan sekolah lainnya juga terlibat.
Fungsi pembinaan penyelenggaraan pemerintah daerah yang mestinya menjadi pagar, kini seperti ilalang kering. Tidak cukup hanya menegur. Tidak cukup menunggu administrasi. Rakyat butuh langkah hukum yang nyata. Butuh transparansi dan pengakuan dosa publik dari instansi yang selama ini terlalu nyaman di balik meja.
Fungsi Inspektorat, APIP, dan pengawas teknis jelas sedang gagal total. Bila seluruh sistem audit, reviu, pemantauan, hingga pemeriksaan tidak bisa mendeteksi praktik-praktik ini sejak awal, maka bukan hanya kepala sekolah yang harus diganti. Tapi sistem dan manajemen pengawasan diubah dari akar-akarnya.
Dampak kerugian negara dalam kasus ini bukan hanya soal Rp10 miliar. Itu baru dari 61 sekolah. Bayangkan kalau ini terjadi di 261 sekolah lainnya? Maka kerugian negara bisa menembus angka ratusan miliar rupiah. Itu uang rakyat. Itu uang makan anak yatim. Itu masa depan bangsa yang dikhianati oleh mereka yang berseragam dan bersertifikasi.

Ilustrasi gambar tikus menggerogoti dana bos sekolah negeri. (Foto: IST. Mantv7.id)
Pendidikan bukan ladang dagang. BOS bukan ladang bagi-bagi. Dan sekolah bukan pasar gelap. Jika dugaan ini benar, maka seluruh pemangku kebijakan telah bersalah secara moral dan administratif. Dunia pendidikan tidak akan sembuh jika yang mengobati justru ikut mencuri dari laci obat. Kembalikan marwah pendidikan.
Rekan-rekan media, mari kita viralkan temuan dugaan skandal dana BOS massal yang selama ini dianggap lumrah dan didiamkan. Ini bukan hanya soal pelanggaran administrasi ini tentang masa depan anak-anak kita yang dirampas secara sistemik dan terstruktur oleh oknum berkepala sekolah tapi berhati makelar.
Ini bukan lagi sekadar isu lokal ini luka nasional
Kami mengajak seluruh rekan-rekan LSM, organisasi perlindungan konsumen, dan pemerhati pendidikan untuk turun ke sekolah-sekolah negeri, melakukan validasi langsung, konfirmasi lapangan, dan membongkar praktik-praktik manipulatif yang menyalahgunakan uang rakyat.
Jangan biarkan dunia pendidikan dikendalikan oleh otak-otak kotor yang menjadikan sekolah sebagai ladang cuan pribadi. Kita harus berdiri di barisan depan untuk melindungi para orang tua murid yang selama ini dibodohi oleh sistem yang mereka percayai.
Dan kepada semua pihak yang terkait, jangan jadikan anak-anak kami korban dari permainan Anda. Kami tidak sedang mencari kambing hitam. Kami mencari kebenaran. Dan kebenaran itu harus diterangi dengan cahaya audit, bukan ditutup rapat dalam lemari data.
Audit total sekarang! Bongkar sistem, tindak pelaku, bersihkan dunia pendidikan!
(OIM)