Menu

Dark Mode
Klontongan Hukum dan Buzzer Keadilan: Ketika Negara Dibisniskan Lewat Opini Palsu Petani di Pringsewu Dikeroyok di Jalan Umum, Kuasa Hukum Desak Polisi Tangkap Pelaku Sugani Ditangkap, Perjuangan 6 Bulan YLPK PERARI Berbuah Hasil: Terima Kasih Jajaran Polresta Kabupaten Tangerang Betonisasi Busuk di Kabupaten Tangerang: Dari Bukit Gading ke Vila Balaraja, Proyek Siluman Menari di Atas Pajak Rakyat Silaturahmi Strategis YLPK PERARI dan Dishub Tangkab: Membangun Sinergi demi Kepentingan Masyarakat Rentenir Berkedok Koperasi, Bunga Over Tinggi, Dokumen Pribadi Disandera: Soala Gogo Jadi Teror Baru Warga

Ekonomi

Syarat Lowongan Pekerjaan Yang Menyesatkan: Ketika Wajah, Usia, dan Status Pernikahan Lebih Penting dari Akhlak dan Kompetensi

badge-check


					Ilustrasi gambar kekecewaan pelamar kerja Syarat atas lowongan pekerjaan yang menyesatkan: Ketika Wajah, Usia, dan Status Pernikahan Lebih Penting dari Akhlak dan Kompetensi. (Foto: IST. Mantv7.id) Perbesar

Ilustrasi gambar kekecewaan pelamar kerja Syarat atas lowongan pekerjaan yang menyesatkan: Ketika Wajah, Usia, dan Status Pernikahan Lebih Penting dari Akhlak dan Kompetensi. (Foto: IST. Mantv7.id)

Mantv7.id – Ketika wajah lebih dijadikan syarat daripada integritas, dan usia lebih dipertimbangkan ketimbang kompetensi, di sinilah wajah buram dunia kerja Indonesia mulai tampak jelas. Kebijakan baru dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang akan melarang persyaratan diskriminatif dalam proses rekrutmen seakan menjadi tamparan telak terhadap praktik-praktik usang yang selama ini dibiarkan membusuk di bawah meja HRD. Namun, apakah cukup hanya dengan aturan baru tanpa pengawasan yang benar?

Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, menyatakan dengan lantang larangan terhadap syarat “good looking”, usia maksimal, dan status pernikahan. Tapi publik pun bertanya di mana Dinas Ketenagakerjaan Provinsi, Kabupaten, hingga pengawas lapangan selama ini? Mengapa praktik ini baru sekarang menjadi prioritas, padahal telah lama menghantui jutaan pencari kerja dari kalangan bawah?

Dugaan kuat muncul bahwa praktik penahanan ijazah dan pemungutan biaya kerja oleh oknum perusahaan masih marak, bahkan terkesan dibiarkan. Ironisnya, praktik seperti ini justru dianggap “kebiasaan industri”, yang tanpa malu dibungkus dalam narasi “sistem internal perusahaan”. Di mana tanggung jawab moral dan etik Dinas Ketenagakerjaan dan semua APH (Aparat Penegak Hukum)?

Pertanyaan kunci yang mengusik akal sehat masyarakat adalah: siapa yang selama ini menikmati sistem rekrutmen tidak adil ini? Apakah ada dugaan kolusi antara oknum-oknum dalam perusahaan dan pengawas tenaga kerja di daerah? Jika iya, ini bukan lagi pelanggaran administratif, tapi sebuah bentuk penjajahan struktural atas hak-hak dasar rakyat.

Proses wawancara yang menjurus pada pelecehan verbal atau diskriminasi terselubung sudah menjadi rahasia umum di banyak kantor rekrutmen. Kalimat-kalimat seperti “kamu sudah nikah?”, “punya pacar?”, “kenapa nggak makeup?”, bukan hanya tidak relevan, tapi merupakan bentuk kekerasan psikologis. Di mana keberadaan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak?

Para aktivis dan pejuang hak pekerja menilai bahwa kebijakan ini hanya akan menjadi “hiasan dinding” jika tidak disertai mekanisme kontrol dan sanksi tegas. Dugaan bahwa banyak laporan pelanggaran berakhir tanpa tindakan juga mencerminkan lemahnya integritas lembaga-lembaga yang harusnya jadi benteng terakhir keadilan ketenagakerjaan.

Perusahaan yang menahan ijazah pekerjanya seolah sedang menyandera masa depan orang lain demi stabilitas internal semu. Dalam kaca mata etik dan kemanusiaan, tindakan ini tak ubahnya perbudakan modern yang dibungkus dalam map korporasi. Sudah saatnya aparat kepolisian dan kejaksaan mulai turun tangan, bukan hanya diam dalam rapat koordinasi.

Mirisnya, tidak sedikit pencari kerja yang harus menjual perhiasan keluarga demi membayar biaya ‘masuk kerja’. Dugaan praktik pemerasan dalam balutan kerja sama out sourching dengan perusahaan bukan hanya menjatuhkan martabat perusahaan, tapi juga menunjukkan bahwa negara sedang kalah dalam melindungi rakyatnya. Ke mana Lembaga Perlindungan Konsumen dan Satgas Anti-Pungli?

Kritik pedas juga patut dilontarkan kepada pemerintah daerah yang seolah acuh terhadap realita sosial yang menggerus martabat warganya sendiri. Di tengah gembar-gembor pembangunan SDM unggul, mengapa regulasi dasar seperti proses rekrutmen manusiawi baru disentuh setelah tekanan publik meningkat?

Foto aktivis kerohanian Kabupaten Tangerang asal Balaraja, Ustad Ahmad Rustam. (Foto: Mantv7.id)

Dalam pernyataan kerasnya, Ustadz Ahmad Rustam, aktivis kerohanian Kabupaten Tangerang menyampaikan:

“Siapa pun yang mempermainkan nasib orang lain dengan dalih profesionalitas, sesungguhnya telah memperdagangkan amanah Allah. Ingatlah, dalam Islam, menahan hak orang lain tanpa alasan yang sah adalah bentuk kezaliman yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat.”

Sudah waktunya semua elemen masyarakat seperti ormas, LSM, asosiasi buruh, wartawan, dan kontrol sosial bersatu menggugat sistem rekrutmen yang menyimpang. Tidak bisa lagi masyarakat hanya menjadi penonton, karena ketika satu orang kehilangan haknya, sejatinya kita semua sedang dirampas dalam diam.

Ajakan ini bukan sekadar kritik, tapi seruan moral bagi bangsa yang katanya menjunjung tinggi keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Apakah kita akan terus membiarkan anak-anak bangsa dinilai hanya dari warna kulit, bentuk wajah, dan status pernikahan, atau kita mulai menghargai keahlian, niat baik, dan dedikasi?

“Bangsa yang besar bukan diukur dari gedung pencakar langit, melainkan dari caranya memperlakukan manusia biasa.” Jika negara ini ingin maju, mulailah dengan memperbaiki cara ia memperlakukan pencari kerja karena dari sanalah kita bisa mengukur kemanusiaan yang sejati.

(OIM)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Klontongan Hukum dan Buzzer Keadilan: Ketika Negara Dibisniskan Lewat Opini Palsu

19 June 2025 - 00:57 WIB

Betonisasi Busuk di Kabupaten Tangerang: Dari Bukit Gading ke Vila Balaraja, Proyek Siluman Menari di Atas Pajak Rakyat

18 June 2025 - 09:58 WIB

Silaturahmi Strategis YLPK PERARI dan Dishub Tangkab: Membangun Sinergi demi Kepentingan Masyarakat

18 June 2025 - 09:40 WIB

Rentenir Berkedok Koperasi, Bunga Over Tinggi, Dokumen Pribadi Disandera: Soala Gogo Jadi Teror Baru Warga

17 June 2025 - 09:52 WIB

ANAK PEMILIK KAMPUS TERKENAL JADI PREDATOR: Remaja 15 Tahun Diperkosa Berulang Hingga Hamil, Lalu Bungkam Dengan Uang Melalui Orang Suruhan

16 June 2025 - 14:37 WIB

Trending on Hukum