Mantv7.id – Kabupaten Tangerang |Dunia saat ini sedang menyaksikan sebuah tragedi kemanusiaan yang diduga tak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga mencederai nilai-nilai kemanusiaan universal. Di tanah Palestina, yang seharusnya menjadi situs suci tiga agama besar, darah anak-anak kembali membasahi tanah yang diwariskan para nabi. Namun, ironisnya, dunia lebih sibuk menghitung likes daripada nyawa.
Pembantaian massal yang dilakukan oleh rezim Zionis atas nama warisan leluhur, kini menjelma menjadi mesin penghancur yang tak pandang usia. Anak kecil, ibu hamil, hingga relawan medis menjadi sasaran rudal yang diluncurkan dengan dalih pertahanan. Apakah drone-drone canggih itu mewakili keimanan? Atau hanya pembenaran dari delusi berlapis darah?
Fakta di lapangan menunjukkan dominasi kekuatan militer yang tak seimbang. Israel dilindungi dolar dan media internasional, sementara rakyat Palestina bertahan hanya dengan batu dan doa. Ini bukan perang agama. Ini adalah dugaan genosida sistematis yang dibungkus dengan narasi legitimasi sejarah palsu.
Di saat dunia sibuk berdebat soal boikot, para korban terus berjatuhan. Yang menyedihkan, masih ada suara-suara dari mereka yang mengaku beriman, namun justru membela penjajah. Mereka mengutip ayat Al-Qur’an tanpa memahami bahwa Bani Israel dalam sejarah Islam bukanlah entitas yang kini membunuhi anak-anak atas nama “warisan tanah”.
Di tengah situasi darurat kemanusiaan ini, belum terdengar suara tegas dari lembaga-lembaga internasional maupun pemerintah-pemerintah daerah di Indonesia, termasuk dari para pemangku wilayah seperti lurah, camat, hingga bupati yang terpilih melalui suara rakyat. Bukankah mereka seharusnya menjadi corong nurani umat?
Tidak tampak pula gerakan konkret dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama, dan lembaga sosial kemanusiaan yang seharusnya bertanggung jawab dalam menyuarakan keadilan dan menghimpun kekuatan solidaritas. Diamnya institusi ini menyumbang peluru moral bagi penjajahan.

Foto aktivis kerohanian asal Balaraja, yang juga sebagai Ketua Divisi Keagamaan YLPK-PERARI DPD Banten. (Foto: Mantv7.id)
Dalam keterangan tertulisnya, Ustad Ahmad Rustam aktivis kerohanian Balaraja menyatakan, “Barang siapa diam terhadap kezhaliman, maka ia bagian dari kejahatan itu sendiri. Zionis bukan hanya musuh Palestina, mereka adalah musuh umat manusia dan musuh langit. Sudah saatnya kita bersatu, bukan hanya dengan boikot, tapi dengan sikap dan doa yang istiqamah.”
Jika kejahatan kemanusiaan ini dibiarkan, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, terutama Pasal 9 tentang Kejahatan terhadap Kemanusiaan, yang menyatakan bahwa pembunuhan, penganiayaan, dan pengusiran paksa atas dasar etnis atau agama merupakan tindak pidana berat yang bisa diadili secara internasional.
Selain itu, dalam konteks internasional, tindakan yang dilakukan rezim Zionis terhadap warga sipil Palestina berpotensi melanggar Konvensi Jenewa IV Tahun 1949 tentang perlindungan warga sipil dalam waktu perang. Hukuman atas kejahatan ini adalah pengadilan pidana internasional, termasuk vonis seumur hidup bagi pelaku utama.
Oleh karena itu, aparat penegak hukum, termasuk lembaga hukum internasional dan nasional, tidak bisa hanya berdiri sebagai penonton. Pemerintah Indonesia, melalui jalur diplomasi, seharusnya sudah mengambil langkah tegas, termasuk melalui Majelis Umum PBB dan Mahkamah Internasional. Tidak cukup hanya dengan kutukan dibutuhkan aksi konkret.
Kepala daerah, bupati, dan wakil bupati terpilih harus segera menyuarakan sikap resmi atas tragedi ini. Pemerintah daerah tidak boleh hanya sibuk pada pembangunan fisik, sementara pembangunan moral dan empati terhadap tragedi kemanusiaan justru terabaikan.
Kepada masyarakat, terutama generasi muda, narasi ini bukan ajakan untuk berkonflik, melainkan panggilan nurani untuk tak lagi menjadi zombie digital yang hanya “scroll dan diam”. Setiap kita akan ditanya di akhirat kelak: “Apa yang kamu lakukan saat saudaramu dijajah?” Jangan sampai jawabannya hanya: “Aku cuma scroll… dan diam.”
Keadilan tidak lahir dari keheningan. Kebenaran tak bisa hidup dalam kompromi dengan kebatilan. Saat dunia bungkam, maka suara kita harus lebih nyaring. Sebab di sisi langit, kezaliman pasti akan dibalas. Maka bersuara, bergerak, dan berdoalah karena diam hanya melanggengkan genosida.
(OIM)