
Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan, adalah aplikasi web berbasis web yang dikelola oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). (Foto: IST. Mantv.7)
Mantv7.id – Kabupaten Tangerang | Dugaan pemborosan anggaran oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang tahun anggaran 2025 mencuat setelah publik mencermati data pengadaan barang dan jasa yang ditayangkan secara terbuka melalui laman Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP. Berdasarkan data tersebut, tercatat 670 paket belanja sewa hotel dan 65 paket belanja sewa bus dengan total nilai mencapai Rp42,2 miliar.
Ironisnya, belanja bombastis tersebut terjadi di saat Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka terbaru yang menunjukkan kenaikan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tangerang menjadi 276.330 jiwa per tahun 2024.
Ketimpangan antara anggaran yang digelontorkan untuk fasilitas birokrasi dan kenyataan hidup masyarakat miskin memunculkan pertanyaan serius: ke mana arah prioritas belanja daerah? Untuk siapa APBD itu bekerja?
Kegiatan seperti bimbingan teknis (bimtek), rapat koordinasi (rakor), rapat kerja (raker), hingga sosialisasi yang seolah diputar ulang dengan kemasan berbeda, dinilai oleh banyak kalangan sebagai cara “kreatif” dalam mencairkan dana non-prioritas.
Dalam banyak kasus, efektivitas dan dampak kegiatan-kegiatan tersebut terhadap pelayanan publik atau kesejahteraan masyarakat sulit diukur secara objektif.

Foto Humas DPP YLPK PERARI, Siarruddin. (Foto: Mantv.id)
Humas DPP YLPK PERARI, Siarruddin, menegaskan: “Jika dugaan ini benar, maka tindakan tersebut dapat melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.”.
“Setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara dapat dipidana dengan hukuman berat.”. Tambah Siarruddin dengan tegas.
Menurutnya, dana publik adalah amanah rakyat yang wajib dikelola dengan prinsip efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Jika prinsip tersebut diabaikan, maka konsekuensinya bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga potensi pidana.
Ustad Ahmad Rustam, tokoh kerohanian dan anggota DPD YLPK PERARI Provinsi Banten, menyoroti persoalan ini dari sisi moral: “Ketika rakyat menghadapi harga kebutuhan pokok yang melambung, akses kesehatan dan pendidikan yang minim, lalu para pejabat justru bersantai di hotel atas nama bimtek, ini bukan sekadar persoalan teknis anggaran.”.
“Ini adalah kegagalan moral. Jabatan bukan privilege untuk menjamu diri dengan uang rakyat, melainkan amanah untuk memperjuangkan hak-hak mereka.”. Ujar Ustad Ahmad Rustam dengan nada tegasnya.

Kolase foto logo YLPK-PERARI & MANtv7. (Foto: MANtv7.id)
YLPK PERARI juga menyoroti lemahnya fungsi pengawasan internal maupun eksternal. Dengan jumlah paket belanja sewa hotel mencapai 670, muncul pertanyaan besar terhadap kinerja Inspektorat Daerah, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), hingga DPRD Kabupaten Tangerang selaku lembaga pengawas anggaran.
“Apakah dokumen kegiatan telah diperiksa substansinya satu per satu? Atau hanya sekadar formalitas pembubuhan tanda tangan tanpa telaah mendalam? Jika begitu, maka ini adalah pembiaran sistemik,” tambah Siarruddin.
Pemerintah Pusat sejatinya telah mengeluarkan sinyal keras terhadap belanja-belanja daerah yang tidak berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 secara tegas melarang pemborosan anggaran untuk kegiatan seperti perjalanan dinas, seminar, dan rapat-rapat yang tidak prioritas. Maka, alokasi Rp42 miliar untuk sewa hotel dan bus dinas harus dikaji ulang dalam konteks ini.
Lebih lanjut, YLPK PERARI mendesak aparat penegak hukum mulai dari Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menyelidiki penggunaan anggaran ini secara serius dan terbuka.
“Rakyat hanya meminta satu hal: keadilan anggaran. Jangan biarkan hukum menjadi tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Bila perlu, bawa pejabat terkait ke meja hukum agar menjadi contoh bahwa APBD bukan untuk dibagi-bagi, melainkan untuk mengangkat derajat hidup masyarakat,” pungkas Ustad Rustam.
YLPK PERARI juga mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, mahasiswa, media, dan LSM di Kabupaten Tangerang untuk bersatu menyuarakan tuntutan perbaikan tata kelola anggaran dan mendorong audit terbuka terhadap seluruh program belanja birokrasi tahun 2025.
(OIM)