MANtv7, Banten – Kabupaten Tangerang kembali diguncang oleh dugaan kuat praktik galian C ilegal dan penggundulan hutan secara masif, terutama di wilayah Desa Jambu Karya, Kecamatan Rajeg. Aktivitas ini bukan hanya mencederai lanskap ekologis yang vital bagi kehidupan, tetapi juga menjadi potret buram dari kelalaian tata kelola lingkungan yang semestinya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah serta aparat penegak hukum. Ironisnya, negara tampak hadir secara struktur, namun absen dalam fungsi dan tindakan nyata.
Siapa yang bertanggung jawab ketika dua lokasi tambang, yang masing-masing dikelola oleh Sinu dan Triswoyo, diduga beroperasi tanpa izin resmi dan pengawasan lingkungan? Mengapa pemerintah daerah terkesan diam? Bukankah ini menjadi alarm bagi Dinas Lingkungan Hidup, Dinas ESDM, dan Satpol PP Kabupaten Tangerang untuk segera bertindak?

Logo FRN (Fast Respon Nusantara): wadah perkumpulan wartawan. (Foto: IST. MANtv7)
Kapan aparat penegak hukum akan benar-benar turun tangan secara serius? Sejumlah media lokal yang tergabung dalam Forum Fast Respon Nusantara (FRN) telah menyuarakan keresahan ini. Tapi sampai hari ini, kegiatan tambang diduga tetap berjalan lancar dan ironisnya, lancarnya koordinasi justru jadi dalih pembiaran.
Mengapa aktivitas tambang ilegal ini bisa berlangsung lama dan terang-terangan? Warga sekitar menyebutkan bahwa lokasi yang dikelola Triswoyo sudah lama beroperasi, sementara milik Sinu baru berjalan. Sayangnya, belum ada tindakan nyata yang terlihat dari pihak berwenang untuk mengusut tuntas hal ini.
Perda Galian C di Kabupaten Tangerang:
Bila Tidak Ada Izin Resmi: Semua aktivitas galian C (tanah urug/pasir) di Kabupaten Tangerang dipastikan ilegal karena tidak ada alokasi wilayah tambang dalam RTRW daerah.
Dasar Hukum:
– Perda No. 1/1998 (pajak galian C),
– Perda No. 20/2004 (ketertiban umum),
– Perda No. 13/2011 (tata ruang),
– UU No. 3/2021 tentang Minerba (pidana bagi penambang tanpa izin).
– Sanksi: Penjara hingga 5 tahun dan denda Rp100 miliar.
Bagaimana mungkin pemerintah membiarkan penggundulan hutan dan kerusakan ekologi atas nama “pembangunan”? Bukankah pembangunan sejati adalah yang menjaga keberlangsungan hidup generasi mendatang? Jika ini dibiarkan, siapa yang akan bertanggung jawab atas bencana alam yang mungkin timbul akibat rusaknya ekosistem?
Apa dampaknya bagi masyarakat sekitar? Kerusakan lingkungan bisa berarti banjir, kekeringan, pencemaran air tanah, dan hilangnya sumber kehidupan warga. Sementara keuntungan finansial dari praktik ini, diduga hanya dinikmati segelintir oknum yang berlindung di balik dalih investasi.
Dalam konteks ini, apakah Perpres No. 169 Tahun 2024 tentang pembentukan Ditjen Gakkum ESDM hanya akan jadi pajangan? Tanpa implementasi yang tegas, lembaga tersebut hanya akan menjadi institusi tanpa taring. Penegakan hukum harus menyasar pelaku di lapangan hingga ke pejabat yang diduga turut bermain dalam jaringan koordinasi gelap.
Mengapa penggunaan BBM bersubsidi ilegal juga muncul dalam dugaan praktik tambang ini? Ketua DPW FRN Banten, Habibi, menyebutkan bahwa indikasi ini seharusnya memicu penyelidikan lebih dalam oleh Pertamina, Kepolisian, dan Dinas Perdagangan. Jangan sampai subsidi negara justru dinikmati pelaku pelanggaran hukum.
Apakah semua dinas teknis sudah benar-benar menjalankan tugasnya? Dinas Lingkungan Hidup harus turun ke lapangan, Dinas Perizinan wajib membuka data secara transparan, dan Inspektorat wajib melakukan audit menyeluruh atas pengawasan lingkungan dan perizinan tambang.

Kolase foto logo YLPK-PERARI & MANtv7. (Foto: MANtv7.id)
Dalam hal ini, Ustad Ahmad Rustam dari YLPK PERARI DPD Banten memberikan peringatan keras. “Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang merusak bumi Allah, maka ia akan dilaknat oleh Allah, malaikat, dan seluruh manusia.’ (HR. Bukhari).
Allah juga berfirman, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 56). Ini bukan hanya persoalan hukum negara, ini sudah menyentuh hukum Tuhan.”. Tegas Ustad Ahmad Rustam.
Pemerintah pusat juga tidak boleh tinggal diam. Dirjen Gakkum ESDM harus turun langsung mengecek legalitas tambang-tambang yang terindikasi ilegal. Penegakan hukum harus mengedepankan asas transparansi, keadilan, dan perlindungan lingkungan.
Aparat Kepolisian, Kejaksaan, dan TNI wajib melakukan penyelidikan menyeluruh dan menindak jika ditemukan pelanggaran pidana lingkungan. Jangan tunggu bencana ekologis melanda baru sibuk menyalahkan cuaca atau alam. Ketika hukum tak ditegakkan, rakyatlah yang akan menjadi korban pertama dan terakhir.
Fenomena ini bukan sekadar desas-desus atau keluhan warga semata. Sebanyak 103 media lokal yang tergabung dalam grup media wilayah Banten, Fast Respon Nusantara (FRN), telah turut memberitakan dan mengangkat persoalan galian C di Desa Jambu Karya sebagai isu krusial yang tak bisa lagi diabaikan. Ini adalah alarm keras bagi seluruh pemangku kepentingan, bahwa publik kini tak hanya menonton mereka mencatat, menyuarakan, dan menuntut perubahan.
Bila negara tak segera bertindak, sejarah akan mencatat: pemerintah kalah oleh koordinasi gelap, dan hukum tunduk pada tambang ilegal.
(OIM)