Menu

Dark Mode
Sugani Ditangkap, Perjuangan 6 Bulan YLPK PERARI Berbuah Hasil: Terima Kasih Jajaran Polresta Kabupaten Tangerang Betonisasi Busuk di Kabupaten Tangerang: Dari Bukit Gading ke Vila Balaraja, Proyek Siluman Menari di Atas Pajak Rakyat Silaturahmi Strategis YLPK PERARI dan Dishub Tangkab: Membangun Sinergi demi Kepentingan Masyarakat Rentenir Berkedok Koperasi, Bunga Over Tinggi, Dokumen Pribadi Disandera: Soala Gogo Jadi Teror Baru Warga Sugani Kebal Hukum: Perkosa Anak Bawah Umur, Tak Ditahan, Didampingi Kades, Istrinya Berdalih, Nama Pengacara Dilempar ke Lumpur ANAK PEMILIK KAMPUS TERKENAL JADI PREDATOR: Remaja 15 Tahun Diperkosa Berulang Hingga Hamil, Lalu Bungkam Dengan Uang Melalui Orang Suruhan

Pendidikan

Anak-anak Belajar di Atas Reruntuhan: Proyek SDN 6 Balaraja dan Budaya Abai yang Dipelihara Dinas Pendidikan

badge-check


					Kolase foto Anak-anak Belajar di Atas Reruntuhan: Proyek SDN 6 Balaraja dan Budaya Abai yang Dipelihara Dinas Pendidikan. (Foto: Mantv7.id) Perbesar

Kolase foto Anak-anak Belajar di Atas Reruntuhan: Proyek SDN 6 Balaraja dan Budaya Abai yang Dipelihara Dinas Pendidikan. (Foto: Mantv7.id)

Mantv7.id – Ketika anak-anak pergi ke sekolah untuk merajut masa depan, mereka tak pernah tahu bahwa bangunan tempat mereka belajar bisa saja menjadi liang mimpi mereka. Proyek pembangunan di SDN 6 Balaraja yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kembali menjadi potret suram dari kelalaian yang dilembagakan.

Dugaan kelalaian pengawasan dalam aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada proyek tersebut mencuat. Warga sekitar menyebutkan bahwa pekerjaan berlangsung tanpa rambu-rambu pengamanan yang layak. Material datang tanpa SOP teknis, dan area kerja terbuka begitu saja, seakan nyawa manusia tak lebih dari angka statistik.

Pertanyaannya: di mana Dinas Pendidikan sebagai pengguna anggaran? Bukankah sudah jelas dalam asas pengelolaan keuangan daerah bahwa setiap rupiah yang digunakan harus memenuhi prinsip efisien, efektif, terbuka, bersaing, transparan, adil, dan akuntabel?

Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tangerang juga tak lepas dari tanggung jawab. Pengawasan teknis seolah menjadi formalitas semata. Dugaan pembiaran terhadap potensi pelanggaran prosedur kontruksi menjadi alarm keras bahwa proyek ini bisa berubah jadi jebakan maut.

Inspektorat Kabupaten Tangerang patut disorot tajam. Di mana posisi mereka sebagai pengawas internal jika pekerjaan di lapangan justru mencerminkan ketidakpedulian struktural terhadap tata kelola anggaran yang baik? Apakah anggaran pengawasan hanya habis dalam laporan meja dan rapat penuh basa-basi?

SDN 6 Balaraja adalah simbol dari kegagalan monitoring berkala dalam proyek pemerintah. Siapa pemilik lokasi? Siapa pihak ketiga pelaksana? Di mana laporan pengawasan harian? Mengapa semua ini bisa lolos? Dugaan pembiaran sistemik menjadi pertanda bahwa integritas proyek pendidikan kita sedang dikubur diam-diam.

Logo YLPK PERARI, Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)

Buyung, Kabid Humas DPD YLPK PERARI Banten, menyentil keras seluruh dinas yang terlibat. “Dinas Pendidikan, PUPR, dan Inspektorat itu fungsinya bukan jadi tamu undangan saat proyek selesai. Kalau mereka tak bisa menjamin keamanan dan mutu, bubarkan saja birokrasi mereka. Anggaran itu bukan warisan nenek moyang!”

Rian, aktivis sosial Kabupaten Tangerang, juga tak menahan amarah. “Ini bukan cuma soal bata dan semen. Ini soal anak-anak, tentang masa depan. Kalau dari awal proyek sudah dibangun di atas pengawasan kosong, maka sejak itu juga kita sudah menciptakan generasi yang tumbuh dalam ketimpangan.”

Pihak Kecamatan dan Kelurahan setempat juga layak dipertanyakan. Apakah mereka tidak pernah menerima laporan proyek? Atau memang sudah terbiasa hidup berdampingan dengan penyimpangan, asal tidak menyentuh kursi dan gaji mereka?

Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jelas menegaskan pentingnya asas efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek. Lalu, mengapa pengawasan terhadap penyerapan APBD di lapangan seperti proyek ini begitu minim? Jawabannya mungkin sederhana: pembiaran adalah sistem yang sudah menjadi budaya.

Akibat dari kelalaian ini jelas: kualitas proyek amburadul, nilai anggaran tak termanfaatkan secara optimal, dan potensi bahaya bagi pengguna bangunan semakin tinggi. Ini bukan sekadar kesalahan administratif, tapi bentuk pelanggaran moral terhadap amanah publik.

Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tangerang harus turun langsung membedah carut-marut ini. Jangan hanya berkoar saat kampanye atau saat simbol peresmian proyek. Bongkar siapa yang bermain dan siapa yang membiarkan. Karena kalau diam, maka kalian bagian dari masalah.

Pendidikan adalah investasi masa depan, bukan ladang pembiaran dan permainan anggaran. Saat sekolah dibangun di atas pengawasan yang lalai, maka masa depan yang runtuh sudah bukan kemungkinan, tapi kepastian. Jangan biarkan anak-anak kita belajar dari reruntuhan. Sudah saatnya kita bersuara sebelum semua nilai hancur dalam diam.

(OIM)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Sugani Ditangkap, Perjuangan 6 Bulan YLPK PERARI Berbuah Hasil: Terima Kasih Jajaran Polresta Kabupaten Tangerang

18 June 2025 - 15:08 WIB

Betonisasi Busuk di Kabupaten Tangerang: Dari Bukit Gading ke Vila Balaraja, Proyek Siluman Menari di Atas Pajak Rakyat

18 June 2025 - 09:58 WIB

ANAK PEMILIK KAMPUS TERKENAL JADI PREDATOR: Remaja 15 Tahun Diperkosa Berulang Hingga Hamil, Lalu Bungkam Dengan Uang Melalui Orang Suruhan

16 June 2025 - 14:37 WIB

Sampah dan ASN: Ketika Apel Pagi Jadi Mitos, Balaraja Tenggelam Dalam Bau Busuk Sampah

16 June 2025 - 10:31 WIB

Senyum Ustad Tak Lagi Terbuka, Tangis Anak Tak Lagi Didengar: Ke Mana Sugani, Si Pemerkosa Itu?

16 June 2025 - 09:43 WIB

Trending on Daerah